Alex
Kawilarang, Penggagas Pembentukan Kopassus
Alex Evert Kawilarang (lahir di Batavia
(kini Jakarta), 23 Februari 1920 – meninggal di Jakarta, 6 Juni 2000 pada umur
80 tahun) adalah salah seorang perwira militer yang termasuk Angkatan '45 dan
mantan anggota KNIL.
Latar belakang
Alex lahir dari sebuah keluarga militer.
Ayahnya, A.H.H. Kawilarang, adalah seorang mayor KNIL asal Tondano, sementara
itu ibunya, Nelly Betsy Mogot, berasal dari Remboken. Kawilarang, seorang suku
Minahasa dari sub-suku Toulour.
Pendidikan
Alex menempuh pendidikan dasarnya
di
sebuah Europeesche Lagere School (ELS), mula-mula di Tjandi, Semarang dan
kemudian di Tjimahi, Jawa Barat. Selesai dari situ, ia melanjutkan ke Hogere
Burger School (HBS-V) di Bandoeng, setara dengan SMP/SMA yang lamanya 5 tahun.
Selesai dari pendidikan menengahnya,
Alex mengikuti jejak ayahnya dan mengikuti pendidikan militer, mula-mula di
Corps Opleiding Reserve Officeren (CORO) (Korps Pendidikan Perwira Cadangan
KNIL) (1940), yang dilanjutkannya ke Koninklijk Militaire Academie (Akademi
Militer Kerajaan) (KMA) darurat di Bandoeng dan Garoet, Jawa Barat (1940-1942).
Kelak ia juga sempat mengikuti
pendidikan di Sekolah Staf dan Komando AD (SSKAD) di Jakarta.
Karier sebagai militer
Kawilarang mengawali kariernya sebagai
Komandan Pleton Kadet KNIL di Magelang pada bulan 1941-1942. Pada 11 Desember
1945 ia menjadi perwira penghubung dengan pasukan Inggris di Djakarta dengan
pangkat mayor. Pada Januari 1946 ia menjabat sebagai Kepala Staf Resimen
Infanteri Bogor Divisi II Jawa Barat, dengan pangkat letnan kolonel. Tiga bulan
setelah itu, pada April-Mei 1946, ia diangkat menjadi Komandan Resimen
Infanteri Bogor, dan pada bulan Agustus 1946 hingga 1947 ia diberi kepercayaan
sebagai Komandan Brigade II/Suryakencana - Divisi Siliwangi di Sukabumi, Bogor
dan Tjiandjur. Pada 1948-1949, Kawilarang menjabat sebagai Komandan Brigade I
Divisi Siliwangi di Yogyakarta, dan pada 28 November 1948 ia juga menjabat
sebagai Komandan Sub Teritorium VII/Tapanuli, Sumatera Timur bagian selatan,
lalu pada 1 Januari 1949 pada masa PDRI ia dipercaya sebagai Wakil Gubernur
Militer PDRI untuk wilayah Tapanuli dan Sumatera Timur bagian selatan. Pada 28
Desember 1949 ia menjabat sebagai Gubernur Militer wilayah Aceh dan Sumatera
Utara merangkap Wakil Koordinator Keamanan dengan pangkat kolonel. Pada 21
Februari 1950, ia mendapatkan kepercayaan tambahan sebagai Panglima Tentara dan
Territorium I/Bukit Barisan yang berkedudukan di Medan. Pada 1951-1956,
Kawilarang diangkat sebagai Panglima Komando Tentara dan Territorium
VII/Indonesia Timur (TTIT) di Makassar dan pada November tahun yang sama
menjadi Panglima TT III/Siliwangi yang di kemudian hari diubah namanya menjadi
Kodam III/Siliwangi. Sebelumnya pada 15 April 1950 ia telah diangkat sebagai
Panglima Operasi Pasukan Ekspedisi. Dalam kedudukannya ini, Kawilarang memimpin
Pasukan Ekspedisi dalam Operasi Penumpasan Pemberontakan Andi Azis di Makassar,
pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) di Maluku, dan Pemberontakan Kahar
Muzakkar di Sulawesi Selatan. Pada April 1951, ia merintis pembentukan komando
pasukan khusus TNI dengan nama Kesatuan Komando Territorium III (Kesko TT-III)
Siliwang. di Batujajar, Jawa Barat. Kesatuan ini merupakan cikal bakal dari
Komando Pasukan Khusus (Kopassus) sekarang. Pada 10 November 1951 hingga 14
Agustus 1956, Kawilarang diangkat menjadi Panglima Komando Tentara dan
Territorium III/Siliwangi yang berkedudukan di Bandung. Pada 17 Oktober 1952,
Kawilarang bersama-sama dengan sejumlah tokoh militer lainnya (a.l. A.H.
Nasution, T.B. Simatupang, dll), terlibat dalam apa yang dikenal sebagai
Peristiwa 17 Oktober, yang menentang campur tangan pemerintah dalam urusan
militer.
Menempeleng Soeharto
Kawilarang dikenal sebagai panglima yang
pernah menampar Letkol. Soeharto yang saat itu adalah salah seorang bawahannya.
Pada tahun 1950-an, sebagai Panglima Wirabuana, Kawilarang baru saja melapor
kepada Presiden Soekarno bahwa keadaan di Makassar sudah aman. Namun Soekarno
malah menyodorkan sebuah radiogram yang baru saja diterimanya yang melaporkan
bahwa pasukan KNIL Belanda sudah menduduki Makassar. Ternyata Brigade Mataram,
pasukan yang seharusnya mempertahankan kota Makassar, telah melarikan diri ke lapangan
udara Mandai.
Kawilarang marah besar dan segera
kembali ke Makassar. Setibanya di lapangan udara ia langsung memarahi komandan
Brigade Mataram, Letkol Soeharto, sambil menempelengnya.
Bergabung dengan Permesta
Dari September 1956 hingga Maret 1958
Kawilarang menjabat sebagai atase militer pada Kedutaan Besar Republik
Indonesia di Washington, DC, Amerika Serikat, dengan pangkat brigadir jenderal.
Ketika pemberontakan PRRI/Permesta meletus di tanah air, Kawilarang segera
melepaskan jabatannya sebagai atase militer lalu minta pensiun. Ia kembali ke
tanah air dan langsung ke Sulawesi Utara untuk menjabat sebagai Panglima
Besar/Tertinggi Angkatan Perang Revolusi PRRI (1958) dan Kepala Staf Angkatan
Perang APREV (Angkatan Perang Revolusi) PRRI, dengan pangkat mayor jenderal
dari Februari 1959 hingga Februari 1960. Pada 1960-1961, Kawilarang menjabat
sebagai Panglima Besar Angkatan Perang Permesta. Pihak Permesta akhirnya turun
gunung dan bersedia berunding dengan pihak tentara Republik Indonesia yang
dipimpin oleh Jend. Nasution. Menurut Kawilarang, sebelumnya telah tercapai
kesepakatan bahwa pasukan Permesta akan membantu pihak TNI untuk bersama-sama
menghadapi pihak komunis di Jawa. Karenanya, Kawilarang merasa menyesal ketika
Nasution tidak memegang janjinya. Pada 1961, Kawilarang menerima amnesti dan
abolisi dari Presiden Soekarno melalui Keppres 322/1961. Namanya kemudian
direhabilitasi. Kawilarang kemudian pensiun dari dinas TNI, namun pangkatnya
diturunkan menjadi kolonel purnawirawan.
Kehidupan sebagai swasta
Pada Akhir 1960an, ia pernah mengajukan
proposal untuk pendirian pabrik tepung terigu, bahkan diberikan izin oleh
Soemitro Djojohadikoesoemo, selaku Menteri Perindustrian dan Perdagangan saat
itu, ternyata tidak jadi karena izin dilalihkan olek Soeharto kepada Bogasari.
Pada 1972 Kawilarang menjabat sebagai wakil manajer umum Jakarta Racing
Management, yang mengelola pacuan kuda di Pulomas, Jakarta Timur.
Masa tua dan kematian
Pada 15 April 1999, Kawilarang akhirnya
memperoleh pengakuan atas jasa-jasanya dalam ikut membentuk Kopassus. Pada
peringatan hari jadi Korps tersebut yang ke-47, Kawilarang diterima sebagai
Warga Kehormatan Kopassus di Markas Kopassus di Cijantung, Jakarta Timur.
Sebagai tandanya, ia dianugerahi sebuah baret merah dan pisau komando.
Pada 6 Juni 2000, Kawilarang meninggal
dunia akibat komplikasi beberapa penyakit di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan
dimakamkan dua hari kemudian di Taman Makam Pahlawan Cikutra, Bandung. Des
Alwi, seorang tokoh pemuda 1945 menyebut Kawilarang sebagai seorang tentara
asli yang jujur dan tidak main politik. Tindakannya menempeleng Soeharto
tampaknya tidak pernah dimaafkan oleh presiden kedua RI itu, sehingga sampai
Kawilarang meninggal, ia tidak pernah berbicara dengan bekas atasannya itu.
Baru setelah Soeharto turun dari jabatannya dan digantikan oleh B.J. Habibie,
Kawilarang memperoleh penghargaan atas jasa-jasanya.
Keluarga
Kawilarang menikah dua kali: pertama
dengan Petronella Isabella van Emden dan bercerai pada 1958, dan kedua dengan
Henny Olga Pondaag, bekas istri Ventje Sumual, sahabatnya dalam perjuangan
Permesta. Dari pernikahannya yang pertama, ia memperoleh dua orang anak;
Aisabella Nelly Kawilarang dan Alexander Edwin Kawilarang. Dari pernikahannya
yang kedua, ia memperoleh seorang anak Pearl Hazel Kawilarang. ( id.wikipedia )