Diah Hadaning (lahir di Jepara, Jawa Tengah, 4 Mei 1940) adalah sastrawati berkebangsaan Indonesia. Sejak muda, Diah Hadaning sudah bergelut di dunia sastra. Puisi-puisinya kebanyakan mengangkat tema anti-perbedaan suku, ras, agama, dan antar-golongan. Salah satu karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia dan dibacakan di hadapan presiden Nelson Mandela saat kali pertama berkunjung ke Indonesia (1990).
Diah Hadaning lahir di Jepara, Jawa Tengah dalam lingkungan keluarga Jawa. Itulah yang akhirnya berpengaruh terhadap karya-karya yang dihasilkan, lebih merupakan pengendapan intuisi yang dituangkan dalam bentuk fiksi yang lebih sering bertema filosofi hidup, utamanya kejawen. Diah menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Pekerja Sosial jenjang
program diploma 2, lulus tahun 1960. Selebihnya dia mengikuti kursus jurnalistik di Jakarta (1988) dan kursus teater di Kuningan, Jakarta (1996). Keterlibatannya di mingguan Swadesi Jakarta, diawali oleh proses kreatifnya yang cukup bagus, di mana saat itu, karya Diah sering dimuat di Swadesi, sehingga akhirnya dia berketetapan hati bergabung sebagai salah satu redakturnya, tahun 1986. Dari situlah nama Diah mulai dikenal di kancah kesusastraan Indonesia. Di samping berkarya, Diah juga mendirikan sejumlah komunitas seni untuk menggairahkan kehidupan apresiasi seni di tengah kalangan muda. Namanya juga pernah tercatat di sejumlah organisasi antara lain sebagai dewan pendiri Komunitas Sastra Indonesia (1996), pengurus wanita penulis Indonesia (2007-sekarang), pengurus Teater Oncor, bersama Ray Sahetapy (1997-2000), pendiri dan pengelola Warung sastra DIHA (1987-sekarang), dan anggota komite sastra Dewan Kesenian Jakarta. Di usianya yang sudah senja ini, Diah masih terus berkarya dan menyambangi berbagai perhelatan kesenian baik dalam maupun luar negeri. Bahkan pusat dokumentasi sastra H.B. Jassin di kompleks Taman Ismail Marzuki menyimpan karya-karya Diah Hadaning.
Karir
Pengajar pada sekolah tunanetra Dristarastra Cabang Semarang (1962).
Tenaga teknis bimbingan Sosial di Semarang, 1960 – 1964
Redaktur budaya mingguan Swadesi Jakarta, 1986–1998
Redaktur budaya tabloid Eksponen Jakarta, 1998–1999
Bibliografi
Puisi
Kabut Abadi (bersama Putu Bawa Samar Gantang, Lesiba Bali, 1979)
Surat dari Kota (1980)
Jalur-jalur Putih (Pustakan Swadesi, 1980)
Pilar-pilar (bersama Putu Arya Tirta Wirya, Pustaka Swadesi, 1981)
Kristal-kristal (bersama Dinullah Rayes, Pustaka Swadesi, 1982)
Nyanyian Granit-granit (Pustaka Swadesi, 1983)
Balada Sarinah (Yayasan Sastra Kita, 1985)
Sang Matahari (Yayasan Sastra Kita, 1986)
Nyanyian Sahabat (bersama Noor S.M., U.K. Malayasia, 1986)
Nyanyian Waktu (Yayasan Sastra Kita, 1987)
Balada Anak Manusia (Hardjuna Dwitunggal, 1988)
Di Antara Langkah-langkah (S.S., 1993)
Dari Negeri Poci 2 (1994)
Dari Negeri Poci 3 (1996)
Prosa
Musim Cinta Andreas (novel pop, Cita, Bandung, 1980)
Kembang yang Hilang (novel pop, San, Jakarta, 1980)
Denyut-denyut (kumpulan cerpen, Nusa Indah, Flores, 1984)
Senandung Rumah Ibu (kumpulan cerpen, Puspa Swara, Jakarta, 1993)
Lukisan Matahari (kumpulan cerpen, Bentang, Yogyakarta, 1993)
Penghargaan
GAPENA Malaysia untuk kumpulan puisinya, Surat dari kesa (1980).
EBONI Jakarta untuk lomba penulisan puisi bertema pelestarian hutan (1993).
Lembaga pusat kebudayaan Jawi Surakarta (2003)
Hadiah Sastera Rancage untuk kumpulan geguritan (puisi berbahasa Jawa), Berkah Gusti (2004)
Rekor MURI dengan kategori Penulis antologi puisi tertebal pada usia tertua, 700 halaman pada Usia 70 tahun (2010). ( id.wikipedia )
Diah Hadaning lahir di Jepara, Jawa Tengah dalam lingkungan keluarga Jawa. Itulah yang akhirnya berpengaruh terhadap karya-karya yang dihasilkan, lebih merupakan pengendapan intuisi yang dituangkan dalam bentuk fiksi yang lebih sering bertema filosofi hidup, utamanya kejawen. Diah menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Pekerja Sosial jenjang
program diploma 2, lulus tahun 1960. Selebihnya dia mengikuti kursus jurnalistik di Jakarta (1988) dan kursus teater di Kuningan, Jakarta (1996). Keterlibatannya di mingguan Swadesi Jakarta, diawali oleh proses kreatifnya yang cukup bagus, di mana saat itu, karya Diah sering dimuat di Swadesi, sehingga akhirnya dia berketetapan hati bergabung sebagai salah satu redakturnya, tahun 1986. Dari situlah nama Diah mulai dikenal di kancah kesusastraan Indonesia. Di samping berkarya, Diah juga mendirikan sejumlah komunitas seni untuk menggairahkan kehidupan apresiasi seni di tengah kalangan muda. Namanya juga pernah tercatat di sejumlah organisasi antara lain sebagai dewan pendiri Komunitas Sastra Indonesia (1996), pengurus wanita penulis Indonesia (2007-sekarang), pengurus Teater Oncor, bersama Ray Sahetapy (1997-2000), pendiri dan pengelola Warung sastra DIHA (1987-sekarang), dan anggota komite sastra Dewan Kesenian Jakarta. Di usianya yang sudah senja ini, Diah masih terus berkarya dan menyambangi berbagai perhelatan kesenian baik dalam maupun luar negeri. Bahkan pusat dokumentasi sastra H.B. Jassin di kompleks Taman Ismail Marzuki menyimpan karya-karya Diah Hadaning.
Karir
Pengajar pada sekolah tunanetra Dristarastra Cabang Semarang (1962).
Tenaga teknis bimbingan Sosial di Semarang, 1960 – 1964
Redaktur budaya mingguan Swadesi Jakarta, 1986–1998
Redaktur budaya tabloid Eksponen Jakarta, 1998–1999
Bibliografi
Puisi
Kabut Abadi (bersama Putu Bawa Samar Gantang, Lesiba Bali, 1979)
Surat dari Kota (1980)
Jalur-jalur Putih (Pustakan Swadesi, 1980)
Pilar-pilar (bersama Putu Arya Tirta Wirya, Pustaka Swadesi, 1981)
Kristal-kristal (bersama Dinullah Rayes, Pustaka Swadesi, 1982)
Nyanyian Granit-granit (Pustaka Swadesi, 1983)
Balada Sarinah (Yayasan Sastra Kita, 1985)
Sang Matahari (Yayasan Sastra Kita, 1986)
Nyanyian Sahabat (bersama Noor S.M., U.K. Malayasia, 1986)
Nyanyian Waktu (Yayasan Sastra Kita, 1987)
Balada Anak Manusia (Hardjuna Dwitunggal, 1988)
Di Antara Langkah-langkah (S.S., 1993)
Dari Negeri Poci 2 (1994)
Dari Negeri Poci 3 (1996)
Prosa
Musim Cinta Andreas (novel pop, Cita, Bandung, 1980)
Kembang yang Hilang (novel pop, San, Jakarta, 1980)
Denyut-denyut (kumpulan cerpen, Nusa Indah, Flores, 1984)
Senandung Rumah Ibu (kumpulan cerpen, Puspa Swara, Jakarta, 1993)
Lukisan Matahari (kumpulan cerpen, Bentang, Yogyakarta, 1993)
Penghargaan
GAPENA Malaysia untuk kumpulan puisinya, Surat dari kesa (1980).
EBONI Jakarta untuk lomba penulisan puisi bertema pelestarian hutan (1993).
Lembaga pusat kebudayaan Jawi Surakarta (2003)
Hadiah Sastera Rancage untuk kumpulan geguritan (puisi berbahasa Jawa), Berkah Gusti (2004)
Rekor MURI dengan kategori Penulis antologi puisi tertebal pada usia tertua, 700 halaman pada Usia 70 tahun (2010). ( id.wikipedia )